Bahasa Indonesia Harus Tetap Eksis

Gambar : Meilan Arsanti, M. Pd. Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unissula

Kehadiran MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) tentunya menjadi sebuah tantangan sekaligus ancaman tersendiri bagi bangsa Indonesia khususnya bahasa Indonesia. Apalagi beberapa waktu lalu sempat terhembus kabar bahwa tenaga kerja asing tidak diwajibkan menguasai bahasa Indonesia. Hal ini tentu saja menjadi sebuah ancaman bagi eksistensi bahasa Indonesia di negara Indonesia sendiri.

Dengan kehadiran MEA mau tidak mau masyarakat Indonesia harus menguasai bahasa asing agar dapat bersaing dengan tenaga asing yang berkiprah di negeri ini nantinya. Tentu saja hal ini menguntungkan lembaga-lembaga yang menyediakan jasa kursus bahasa asing. Dampaknya bahasa Indonesia akan dinomorduakan di negeri sendiri karena harus bersaing dengan bahasa asing. Lebih parah lagi masyarakat Indonesia justru menganggap jika berkomunikasi menggunakan bahasa asing akan lebih terlihat intelek dan keren dibanding dengan menggunakan bahasa Indonesia. Padahal faktanya masyarakat Indonesia sendiri pun belum semuanya dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Hal tersebut menyiratkan bahwa masyarakat lebih mementingkan gengsi daripada mempertahankan jati diri bangsa ini dengan berbahasa Indonesia.

Dampak lainnya tentu saja dapat dilihat dari kecintaan siswa terhadap bahasa Indonesia yang semakin menurun. Motivasi siswa dalam belajar bahasa Indonesia pun masih rendah walaupun mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam UAN (Ujian Akhir Nasional). Selain motivasi belajar yang rendah, siswa juga menganggap bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang mudah sehingga tidak terlalu dianggap penting. Oleh karena itu, kemampuan berbahasa rata-rata siswa dapat dikategorikan masih kurang walaupun ada beberapa siswa yang memperoleh nilai 100 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia pada saat UAN.

Bagai diujung tanduk mungkin peribahasa yang tepat untuk menggambarkan posisi bahasa Indonesia saat ini. Bagaimana jadinya jika bahasa Indonesia benar-bener tersisihkan di negara Indonesia sendiri? Apakah hal tersebut menjadi sebuah tanda akan hilangnya bahasa Indonesia di hati penuturnya? Lalu bagaimana nasib bahasa Indonesia jika cinta di hati penuturnya saja sudah luntur? Siapakah yang akan mencintai bahasa Indonesia jika masyarakat lebih suka mempelajari dan menggunakan bahasa asing di negeri ini? Apa yang menjadi jati diri bangsa ini?

Semua pertanyaan tersebut tentu menjadi sebuah PR dan tanggung jawab besar bagi masyarakat Indonesia. Siapa lagi yang akan mencintai bahasa Indonesia jika bukan masyarakat Indonesia sendiri? Siapa lagi yang akan melestarikan bahasa Indonesia jika bukan warganya sendiri? Siapa lagi yang akan menjadi penutur bahasa Indonesia jika bukan orang Indonesia sendiri? Hal ini bukan berarti masyarakat Indonesia menutup diri dengan tidak menerima dan mempelajari bahasa asing, tetapi lebih pada menjaga dan melestarikan rasa cinta dan bangga smasyarakat terhadap bahasa Indonesia. Dengan kata lain masyarakat tidak menomorduakan bahasa Indonesia, tetapi tetap mencintai, menjaga, dan melestarikannya agar bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa nomor satu. Jika masyarakat Indonesia sendiri masih mencintai dan bangga terhadap bahasa Indonesia tentu saja eksistensi bahasa Indonesia akan tetap terjaga di negara tercinta ini.

Pada bulan Oktober ini diperingati sebagai Bulan Bahasa. Hal ini menjadi momen yang sangat tepat untuk meningkatkan kembali rasa cinta masyarakat Indonesia yang sudah mulai luntur terhadap bahasa Indonesia seperti yang tertuang pada ikrar Sumpah Pemuda. “Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, tanah air Indonesia. Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe, bangsa Indonesia. Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.”

Sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda tersebut khususnya isi sumpah yang ketiga, maka jelas bahasa Indonesia menempati posisi yang sangat penting. Hal tersebut karena bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan dari berbagai bahasa daerah yang ada di Indonesia. Bayangkan saja jika tidak ada bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan maka jelas akan terjadi perpecahan mengingat ada banyak sekali suku dan bahasa yang ada di Indonesia. Akan sangat mudah terjadinya perpecahan antarsuku karena penggunaan bahasa yang berbeda. Artinya, sangat mungkin terjadi kesalahpahaman antarsuku karena sama-sama tidak memahami bahasa yang digunakan. Dengan adanya bahasa Indonesia, maka penggunaan bahasa-bahasa daerah tersebut dapat disatukan sehingga meminimalisasi terjadinya kesalahpahaman dalam berkomunikasi, baik sesama suku maupun antarsuku yang berbeda bahasa.

Selain sebagai bahasa persatuan, dalam Bab XV Pasal 3 disebutkan bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Hal tersebut menyaratkan bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional tersebut bersumber pada Sumpah Pemuda. Selain itu, pada Pasal 25 ayat (3) yang berbunyi “Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa. Jadi, jelas bahawa bahasa Indonesia mempunyai peran yang sangat penting karena digunakan dalam semua lini kehidupan masyarakatnya.

Sebagai masyarakat Indonesia tentu saja tidak sekadar hafal ikrar Sumpah Pemuda dan UU tentang bahasa Indonesia, tetapi juga harus bisa menghayati dan melaksanakan dengan sepenuh hati. Dengan mencintai dan bangga terhadap bahasa Indonesia masyarakat sudah ikut andil dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Tidak hanya itu, dengan berbahasa Indonesia masyarakat juga sudah mewujudkan rasa cinta tanah airnya terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena bahasa mencerminkan bangsa maka hendaknya masyarakat dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung begitulah bunyi peribahasa yang tepat untuk mengingatkan kembali betapa pentingnya mencintai bahasa dan budaya sendiri di negeri sendiri. Jika bahasa dan budaya asing masuk secara langsung maupun tidak langsung hendaknya masyarakat Indonesia dapat menyaringnya dan tetap menjaga budaya sendiri termasuk bahasa Indonesia. Jadi, bahasa Indonesia akan tetap eksis dan harus tetap eksis di Indonesia.

Last Updated (Thursday, 29 October 2015 07:57)